JURNALIS24 Nasionalis religius adalah kekuatan politik yang mengintegrasikan gagasan nasionalisme Indonesia dengan ide-ide religiusitas (nilai-nilai keagamaan).
Tidak ada pemisahan antara nilai-nilai agama dalam kehidupan bernegara secara politik. Mereka tetap mendukung eksistensi Indonesia dalam bentuk Negara Kesatuan (NKRI), dengan tidak melupakan identitas keagamaannya.
Adapun Nasionalisme-Sekuler adalah kekuatan politik yang mengintegrasikan gagasan nasionalisme Indonesia dengan ide-ide sekulerisme, memisahkan antara urusan keagamaan dengan kegiatan kenegaraan.
Mereka tidak menghiraukan identitas keagamaannya secara nyata pada seluruh praktik politiknya, kendati mereka mengaku individu yang taat beragama dalam kehidupan sehari-harinya.
*Kontestasi Pilpres, Pertarungan Siapa Ini Sebenarnya?*
Dalam pertarungan politik di panggung Pilpres 2019 kemarin, terbentuk dua kubu (poros) kekuatan politik, dimana keduanya sama-sama didukung oleh kekuatan kelompok ideologi Nasionalis-Religius dan Nasionalis-Sekuler.
Pada kubu Jokowi-Ma'ruf, ada kelompok Nasionalisme-Religius dan ada juga kelompok Nasionalisme-Sekuler. Demikian pula pada kubu Prabowo-Sandi, kedua kelompok ideologi politik tersebut ada.
Artinya, Kedua pasangan calon presiden-wakil presiden ini sama-sama memiliki dukungan dari basis kekuatan ideologi Nasionalis-Religius dan Nasionalis-Sekuler, yang sama-sama bisa memberikan pengaruhnya yang cukup kuat.
Akan tetapi, dalam pertarungan tersebut terdapat pemandangan menarik sekaligus ironis. _*Jika dicermati, yang benar-benar terlibat dalam pertempuran ternyata adalah sesama kelompok Nasionalis-Religius, bukan Nasionalis-Sekuler.*_
Di kalangan masyarakat bawah _(grassroots)_, yang benar-benar terlibat secara nyata dalam pertempuran adalah sesama kelompok Islam. Kedua belah pihak telah _dedel duel_ mempertaruhkan nyawa, saling menebas pedang, saling melukai, mencari target untuk dilumpuhkan dan saling mengeluarkan peralatan perang terbaik guna melumpuhkan lawan.
Di sisi lain, barisan kelompok Nasionalis-Sekuler di kedua belah pihak (baik kubu Jokowi maupun Prabowo) hanya _*"duduk manis"*_ di belakang sambil mengamati jalannya pertempuran seraya membaca peta pertempuran, sambil memikirkan bagaimana mengatur harta pampasan jika perang usai.
*Siapa Pemenang Sebenarnya?*
Ketika hasil pertempuran sudah nampak, barisan kelompok pemenang sudah siap-siap untuk membagi pampasan perang. Pasukan Nasionalis-Religius di barisan pemenang sudah merasa aman dengan posisinya. Ada banyak harta dan kekayaan yang bakal diperolehnya dari proses jalannya pertempuran yang sudah dimenangkan.
Namun tatkala proses pembagian itu dilakukan dan pampasan perang sudah dipeta-petakan, kejadiannya bisa berbeda dan tak terduga, tanpa bisa diprediksi sebelumnya oleh para barisan pasukan Nasionalis-Religius yang membantu memenangkan pertempuran.
Kelompok Nasionalis-Sekuler dari dua kubu berseberangan dalam berperang, secara ajaib akhirnya bisa duduk bersama dan ikut _cawe-cawe_ dalam pembagian pampasan perang dan ikut menentukan masa depan. Mereka membahas bersama-sama masa depan pasca-perang yang telah karut-marut.
Sementara itu, kelompok Nasionalis-Religius dari kelompok pemenang pun disingkirkan dari panggung pesta, tidak diajak untuk membangun negeri dan menikmati kemenangan bersama-sama. Bahkan cenderung dikriminalisasi dengan berbagai stempel: radikal, intoleran, dan teroris.
Akhirnya, perlu disadari bersama, bagaimana pun juga perhelatan politik di Indonesia belum bisa memihak pada gerakan politik Nasionalis-Religius, kendati secara kuantitatif merupakan kelompok mayoritas.
Mereka tidak akan pernah mendapatkan kekuasaan utama dalam memimpin negeri ini. Kemenangan tetap ada pada kaum Nasionalis-Sekuler, dan kekalahan tetap ada pada kaum Nasionalis-Religius.
_Jadi, pertarungan ini sebetulnya buat siapa? Siapa pemenang sebenarnya? Wallȃhu a’lam._
_*#Ayo Dukung Politisi Nasionalis-religius.*_