Jurnalis 24 | Sumut - Capaian memalukan menimpa Kontingen KORMI Sumatera Utara dalam ajang Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas) VII tahun 2025 di Nusa Tenggara Barat.
Sumut hanya mampu finis di peringkat ke-20 klasemen akhir, dengan raihan 8 medali emas, 10 perak, dan 8 perunggu—prestasi yang anjlok drastis dibanding Fornas 2023 di Jawa Barat, saat Sumut berhasil mengoleksi 15 emas, 20 perak, dan 7 perunggu.
Minimnya hasil ini disinyalir kuat akibat buruknya manajemen dan lemahnya perhatian Ketua KORMI Sumut, H. Baharuddin Siagian.
H. Baharuddin Siagian yang juga menjabat sebagai Bupati Batubara—dalam memfasilitasi keberangkatan para pegiat olahraga.
Sejumlah Inorga (Induk Organisasi Olahraga) mengaku harus berjuang secara mandiri, menggunakan dana pribadi demi bisa tampil di ajang nasional ini.
Ironisnya, Ketua KORMI Sumut disebut abai terhadap kebutuhan dan kesulitan pegiat. Dana hibah dari Pemprov Sumut yang dijanjikan belum juga cair, dan sebagian besar peserta berangkat tanpa dukungan biaya memadai. Hal ini memaksa mereka mengandalkan janji Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sumut, yang menyatakan dana pribadi mereka akan diganti ketika hibah cair.
Kondisi memprihatinkan ini diperparah dengan manuver Ketua KORMI Sumut yang terkesan tebar pesona di penghujung acara.
Baharuddin Siagian hadir dalam penutupan Fornas di Lombok dan menawarkan pinjaman dana kepada sejumlah Ketua Inorga yang masih berada di lokasi, dengan nominal antara Rp5 juta hingga Rp15 juta, yang nantinya akan dipotong saat dana hibah turun.
Namun, kebijakan pinjaman ini tidak menyentuh Ketua Inorga yang telah lebih dahulu pulang ke Sumut, menambah ketidakadilan dalam distribusi bantuan.
Sejumlah pihak menyebut langkah ini lebih sebagai pencitraan ketimbang solusi konkret atas masalah sistemik dalam pengelolaan KORMI Sumut.
Emil, pegiat dari Indonesian Drumcorps Association (IDCA), mengungkapkan bahwa pihaknya hanya diberikan kuota satu orang pegiat untuk berangkat ke Fornas.
Meskipun berhasil meraih satu medali perak, Emil menyayangkan minimnya dukungan yang berimbas pada potensi medali yang tak bisa dimaksimalkan.
“Dengan kuota lebih, kami bisa menyumbangkan medali lebih banyak untuk Sumut. Tapi sayangnya semua harus kita tanggung sendiri,” ujar Emil.
Kritik serupa datang dari Yus Adipati, pegiat dari IOSKI Sumut. Meski IOSKI berhasil meningkatkan prestasi dibanding Fornas sebelumnya, Yus mengeluhkan keharusan menggunakan dana pribadi mencapai Rp45 juta demi partisipasi di NTB.
“Pinjaman Rp15 juta dari Ketua KORMI jelas tak cukup. Kami bahkan harus pulang lewat Bali demi menekan biaya,” ungkapnya.
Ia juga menyebut ada sejumlah Inorga yang gagal memberangkatkan pegiatnya karena dana hibah tak kunjung cair, sebuah kondisi yang menurutnya mencoreng nama baik Sumut secara nasional.
Desakan Realisasi Dana Hibah dan Bonus
Yus meminta Kadispora Sumut segera memenuhi janji untuk mencairkan dana hibah.
Selain mengganti dana pribadi yang telah dipakai, ia juga mendesak agar Pemprov Sumut menyiapkan bonus bagi pegiat dan pelatih berprestasi.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi penghargaan terhadap dedikasi para pegiat yang tetap berjuang meski nyaris tak mendapat perhatian,” pungkasnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepemimpinan dan tanggung jawab Ketua KORMI Sumut.
Ketidakjelasan pendanaan, minimnya fasilitas, hingga pola pencitraan di lapangan menjadi catatan serius yang harus dijawab secara terbuka, demi masa depan olahraga rekreasi di Sumatera Utara.(SPT)
Tags:
Berita