Pembantu Kepsek SMPN 35 Medan Tolak Informasi Publik dan Halangi Pers, Diduga Langgar UU KIP & UU Pers


Jurnalis 24 | Medan — Praktik tidak transparan kembali mencoreng dunia pendidikan. 

Seorang pembantu kepala sekolah di SMP Negeri 35 Medan berinisial MDHL diduga melakukan dua pelanggaran serius sekaligus : menolak permohonan informasi publik terkait penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan melarang wartawan melakukan perekaman wawancara di lingkungan sekolah.

Penolakan akses data BOS jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). 

Padahal, UU tersebut secara tegas menyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi yang berada di bawah kewenangannya kepada masyarakat.

Tak berhenti di situ, MDHL juga disebut melarang wartawan merekam pernyataannya, meski sudah dijelaskan bahwa rekaman tersebut digunakan murni untuk kepentingan jurnalistik. 

Tindakan itu dinilai sebagai bentuk penghalangan kerja pers, yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ancaman pidana atas perbuatan tersebut bukan main-main: penjara maksimal 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta.

“Selain kejaksaan, BPK, inspektorat, dan kepolisian, tidak ada yang berhak meminta data BOS,” ujar MDHL, Senin (16/9).

Pernyataan Keliru dan Berpotensi Pidana

Pernyataan itu dinilai keliru secara hukum sekaligus berbahaya bagi akuntabilitas pendidikan. UU KIP Pasal 7 ayat (1) jelas menegaskan kewajiban badan publik untuk memberikan informasi kepada pemohon. 

Bahkan Pasal 52 UU KIP menegaskan sanksi pidana kurungan 1 tahun dan/atau denda hingga Rp5 juta bagi pejabat publik yang menolak memberikan informasi yang wajib dibuka.

Transparansi & Integritas Dipertanyakan

Sikap menutup diri terhadap akses publik tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga menunjukkan rendahnya pemahaman seorang pejabat sekolah terhadap prinsip keterbukaan. 

Hal ini memunculkan kritik keras terkait kelayakan MDHL menduduki jabatan strategis sebagai pelayan publik di bidang pendidikan.

Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI di Sumatra Utara) Kh. R Syahputra C.BJ, C.EJ. menyatakan,

“Dana BOS itu uang rakyat. Masyarakat berhak tahu penggunaannya. Kalau sekolah menutup diri, itu justru membuka peluang penyalahgunaan. Apalagi jika sampai wartawan dihalang-halangi, maka potensi penyimpangan makin sulit diawasi,” ujarnya.

Maladministrasi & Sorotan Ombudsman

Praktik penolakan informasi publik seperti ini berpotensi masuk kategori maladministrasi sebagaimana diatur oleh Ombudsman RI. 

Jika dibiarkan, hal tersebut bisa menggerus kepercayaan publik terhadap pengelolaan anggaran sekolah negeri, serta menimbulkan dugaan adanya praktik koruptif yang disembunyikan.

Hingga berita ini diturunkan, pihak SMPN 35 Medan maupun Dinas Pendidikan Kota Medan belum memberikan klarifikasi resmi atas sikap MDHL. (SPT)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama